Selasa, 09 Desember 2014

kepada kamu, yang tidak satu Tuhan

Apa yang lebih pahit dari menunggu yang tidak pasti? Adalah menunggu yang pasti, tetapi sudah jelas akan terasa menyakitkan.
Seperti sebuah cinta yang sedang kita jalani.
Antara aku dan kamu, yang berbeda dari berbagai sisi.
Perbedaan demi perbedaan tidak teratasi, bukan hanya dari dalam tapi juga dari luar diri, semuanya bergumul menjadi emosi.

Ada yang aneh dari hubungan ini. Aku dan kamu tahu ini hanya sementara, ini akan segera berakhir.
Akan tetapi, kita tetap memaksakan keadaan. Kita jalani ini seada-adanya.
Aku sudah tahu apa akhir dari hubungan ini, begitu pun kamu.

Waktu itu -waktu yang tidak kita tunggu tapi tetap akan datang itu- selalu menghantui.
Aku hanya ingin menghabiskan detik demi detik sebuah penantian menuju perpisahan, dengan membuatmu tertawa bahagia.
Namun semakin aku melihat gelak tawa itu, semakin ditancap hati ini rasanya dengan sebilah sembilu. Semakin aku menunggu waktu itu, semakin sakit hati ini aku siapkan.
Mempersiapkan singgasana bagi nyeri yang kelak tak kunjung usai. Kepedihan yang akan berlangsung selamanya. Seumur hidup ini.
Dan ketika aku membekap luka ini sambil menahan perih, semoga kamu menemukan dia yang mendapat restu,… yang satu Tuhan.


 file : yugusful.blogspot.com

PUTIH

Seandainya menyayangi menjadi sifat yang positif, apakah harus dengan status ?

Apakah mereka hanya berfikir, bahwa mereka selalu dibentuk oleh keadaan ? atau karena mereka tidak mampu mengelolanya ?

"mereka tau, bahwa udara tidak pernah menampakkan dirinya, tapi mampu memberikan kehidupan, layaknya putih yang berjuang sebagai dasar, demi goresan yang harus terbaca.

Demi goresan yang harus terbaca. Demi mereka mampu memahami isi goresan itu sepenuhnya.
Sayangnya mereka tidak pernah tau bagaimana "putih" berjuang, setelah mereka memahami isi goresan tersebut. Ini memang pembelaan, seperti pendapat mereka, dan memang benar.
Tapi apakah mereka benar-benar memahaminya ?



"Nugroho, 2014"

Template by:
Free Blog Templates